expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Friday, February 7, 2014

Cerpen Aneh





JONI DAN EVA

            Joni dan eva memang sepasang kekasih. Mereka tinggal ditempat yang memang sederhana, tetapi hidup bahagia. Setiap hari, Joni dan Eva acap kali bersama. Joni memang sosok yang setia, tidak pernah ingin membiarkan Eva sendirian berjalan tanpanya.
            Baru saja pagi, Joni dan Eva sudah terbangun dari tidurnya. Seperti biasa, disaat seperti ini, Joni dan Eva mencari makanan untuk sekedar mengganjal perut sampai datang bapak-bapak baik hati bernama Purnomo yang sering memberinya makan. Pagi itu matahari belum mau menampakkan diri, membuat Joni dan Eva kedinginan dan tak mampu bergerak. Apalagi, malam sebelumnya hujan datang memasuki rumah kecil mereka hingga Joni dan Eva pun terkena air hujan karenanya.
            Terbiasa hidup seperti itu, Joni dan Eva tidak pernah mengeluh. Apalagi Purnomo sangat menyayangi mereka. Sayangnya, gara-gara kedinginan akibat kehujanan, Joni dan Eva tak mampu berlama-lama bertahan ditengah kabut saat hendak ingin mencari makanan. Apalah hendak mau dikata, Joni dan Evapun menunggu sampai matahari datang lalu purnomo memberinya makan.
            Denting jam saat itu menunjukkan pukul 6 pagi, matahari sudah mulai mengintip disela rindangan pohon. Joni dan Evapun keluar dari rumah kecil mereka, jam segini, biasanya Purnomo datang memberi mereka makan.
            Tepat dirumah sederhana dari kayu tanpa tembok, Purnomo asyik membuat segelas kopi dikarenakan istrinya Rukmayah sibuk mencuci baju disungai. Namun Rukmayah tidak terlalu lama membuat Purnomo menunggu, ia baru saja meminum seteguk kopinya saja sampai Rukmayahpun datang.
“Sudah kau beri makan si Joni dan si Eva? Mereka harus gemuk, sehat, biar laku dipasaran”.
“Apa mula yang kau katakan? Aku tidak akan pernah menjual Joni dan Eva, mereka amat ku sayangi, apalagi Eva sedang mengandung”.
“Baguslah, berarti, anaknya bisa kita jual pula nanti”.
“Di otak mu itu hanya duit saja. Tak pernah kau fikirkan bagaimana Kehidupan Joni dan Eva jika mereka kita jual? Belum tentu ada yang mau memberinya makan makanan yang sehat seperti bagaimana aku memberinya makan. Belum tentu pula, ada orang yang mau merawatnya seperti aku merawat mereka”.
“Justru karna itu, kau sudah terlampau baik kepada mereka, apa berharganya? Mereka hanya kau temukan di sungai sedari dini. Kini mereka sudah dewasa, Bahkan Eva sudah mengandung, kau sudah begitu baik memberi makan dan merawat mereka. Tentu mereka baik-baik saja jika kau jual”.
“Sudahlah, kau memang tak bisa mengerti, sudah jam 6, lebih baik aku menyiapkan makanan untuk Joni dan Eva”.
            Beberapa menit kemudian, Purnomo membawakan makanan untuk Joni dan Eva. Joni dan Eva sudah mengerti, melihat Purnomo membawa makanan, Joni dan Eva langsung menghampiri
“Weeeeekkk, Weeeeekk”.
Ah, sungguh suara kedua angsa itu tidak bisa dituliskan dengan kata-kata. “weeeekk” itu memang lebih identik dengan suara bebek. Tapi suara kedua angsa itu begitu merdu, sulit memang untuk di tiru apalagi dituliskan dalam bentuk tulisan.
            Apalagi, Joni dan Eva sangat cerdas, acap kali meniru beberapa adegan manusia, seperti menendang bola, sengaja masuk ke rumah untuk menonton TV hitam putih 14 inci milik Rukmayah yang ia beli di tukang loak. Bagaimana Rukmayah tidak marah? Joni dan Eva acap kali membuang kotoran sembarangan. Aneh memang, tapi kedua angsa ini sangat senabg di hadapan TV, anteng, bak nya manusia yang senang menonton film, atau remaja yang suka dengan FTV. Wajar jika Rukmayah tidak suka dengan keberadaan Joni dan Eva. Dipotong saja? ah, Rukmayah tidak menyukai daging angsa, makanya ia lebih memilih untuk menyuruh Purnomo menjualnya.
            Tapi Purnomo enggan menjual, apalagi mengingat Joni dan Eva sering mengikuti Purnomo, baik itu ke ladang ataupun ketika solat. Dengan sabar, Joni dan Eva menunggu di luar mushola sampai Purnomo keluar. Ah, wajar mungkin, Purnomo sudah menikah 26 tahun dengan Rukmayah, tetapi belum di karuniai anak. Itulah yang membuat Purnomo sering membawa Joni dan Eva ke ladang, sama seperti pagi itu.
            Dengan menggoyangkan pantatnya, Joni dan Eva mengikuti Purnomo ke ladang. Hingga tiba di tempat tujuan, Joni dan Eva biasanya mencari makanan sambil menunggu purnomo selesai mencangkul di sekitar ladang. Hal lain yang biasanya Joni dan Eva lakukan sat menunggu Purnomo  sibuk bekerja adalah berenang di sungai, tempat dimana Purnomo menemukan Joni dan Eva masih orok saat itu.
            Tak terasa, matahari sudah diam ditengah langit, bayangan Purnomopun sudah terlihat tepat dibawahnya. Biasanya, di jam yang sama, Rukmayah datang membawakannya makanan. Seperti biasa, Rumkmayah tidak pernah membuat Purnomo menunggu lama. Ia datang dengan membawa satu piring nasi, satu ikan asin, sedikit daun singkong yang ia masak serta sambal terasi kesukaan Purnomo yang di bungkus dengan keresek hitam, disertakan teko kecil serta gelas di dalamnya.
“Sudah menunggu?”
“Tidak juga, baru saja selesai?”.
“Dimana Joni dan Eva?”.
“Berenang di sungai”.
“Biarku cari, agar kau bisa langsung pulang sehabis makan”.
“Baiklah, kau cari saja”.
            Tak lama kemudian, Rukmayah kembali tanpa Joni dan Eva.
“Tak kutemukan angsamu itu di sungai, kemana hendak mereka bermain?”.
“Mungkin saja di sawah Pak Kasim, Joni sering mencari makanan disana”.
“Sudahku cari, tapi tak kutemukan”.
“Ah, kau memang tidak menyayangi mereka, biar aku saja yang mencari”.
            Purnomo langsung beranjak dari duduknya dan menyimpan makanan itu di saung kecil tempat ia biasa beristirahat. Merasa tidak enak sendiri, Rukmayah mengikuti dari belakang. Mereka bersama mencari Joni dan Eva tapi tak bisa ditemukan. Rukmayah mulai lelah, tapi tidak dengan Purnomo meski saat itu sudah mulai menjelang sore.
“Tak biasakah kita mencari Joni dan Eva besok saja? aku lelah”.
“Pulang saja jika kau mau”.
            Rukmayah kesal dengan jawaban suaminya, ia diam tak berucap, suasana menjadi beitu hening. Rukmayah hanya memperhatikan Purnomo yang tak hentinya mondar mendir mencari angsa kesayangannya. Sampai akhirnya, suara Pak Kasim memecahkan keheningan menjelang magrib itu.
“Yah, mana suamimu?”.
Purnomo mendengar suara yang begitu keras itu,
“Ada apa kau mencariku dan menanyakan dimana aku dengan suara yang terlampau lantang itu”.
“Maaf, aku sudah mencarimu kerumah. Aku lupa, bahwa biasanya kau di ladang ketika pagi hingga siang”.
“Lantas ada apa hingga kau begitu repot mencariku?”.
“Barusan aku mencari belut di ujung sungai, kulihat angsa kesayanganmu termakan anjing, hanya bulunya saja yang kulihat”.
            Purnomo memandang wajah Kasim dengan penuh amarah.
“Jangan kau berbicara sembarangan, aku bisa memukulmu”.
“Aku tidak bergurau, hanya kau di kampung ini yang mempunyai angsa. Bukankah begitu?”.
Purnomo terdiam. Tak mampu berkata, ia tak ingin melihat angsanya yang sudah tinggal bulu itu meski Kasim mengajaknya untuk membuktikan. Purnomo hanya diam, melangkahkan kaki menuju rumah dengan lemah, tanpa sedikitpun bicara baik pada Kasim ataupun Rukmayah. Demikian pula Rukmayah, hatinya pilu, bukan karna Joni dan Eva yang lenyap termakan anjing, tapi ia tahu, bahwa hal itu akan membuat suaminya terdiam untuk beberapa hari tanpa kata, atau bahkan tidak ingin mencicipi masakannya lagi untuk beberapa hari. aaaahhh, Joni dan Eva memang seperti anak baginya.

No comments:

Post a Comment