JONI DAN EVA
Joni
dan eva memang sepasang kekasih. Mereka tinggal ditempat yang memang sederhana,
tetapi hidup bahagia. Setiap hari, Joni dan Eva acap kali bersama. Joni memang sosok
yang setia, tidak pernah ingin membiarkan Eva sendirian berjalan tanpanya.
Baru
saja pagi, Joni dan Eva sudah terbangun dari tidurnya. Seperti biasa, disaat
seperti ini, Joni dan Eva mencari makanan untuk sekedar mengganjal perut sampai
datang bapak-bapak baik hati bernama Purnomo yang sering memberinya makan. Pagi
itu matahari belum mau menampakkan diri, membuat Joni dan Eva kedinginan dan
tak mampu bergerak. Apalagi, malam sebelumnya hujan datang memasuki rumah kecil
mereka hingga Joni dan Eva pun terkena air hujan karenanya.
Terbiasa
hidup seperti itu, Joni dan Eva tidak pernah mengeluh. Apalagi Purnomo sangat
menyayangi mereka. Sayangnya, gara-gara kedinginan akibat kehujanan, Joni dan
Eva tak mampu berlama-lama bertahan ditengah kabut saat hendak ingin mencari
makanan. Apalah hendak mau dikata, Joni dan Evapun menunggu sampai matahari
datang lalu purnomo memberinya makan.
Denting
jam saat itu menunjukkan pukul 6 pagi, matahari sudah mulai mengintip disela
rindangan pohon. Joni dan Evapun keluar dari rumah kecil mereka, jam segini,
biasanya Purnomo datang memberi mereka makan.
Tepat
dirumah sederhana dari kayu tanpa tembok, Purnomo asyik membuat segelas kopi dikarenakan
istrinya Rukmayah sibuk mencuci baju disungai. Namun Rukmayah tidak terlalu
lama membuat Purnomo menunggu, ia baru saja meminum seteguk kopinya saja sampai
Rukmayahpun datang.
“Sudah kau beri makan si Joni dan si Eva? Mereka harus
gemuk, sehat, biar laku dipasaran”.
“Apa mula yang kau katakan? Aku tidak akan pernah
menjual Joni dan Eva, mereka amat ku sayangi, apalagi Eva sedang mengandung”.
“Baguslah, berarti, anaknya bisa kita jual pula
nanti”.
“Di otak mu itu hanya duit saja. Tak pernah kau
fikirkan bagaimana Kehidupan Joni dan Eva jika mereka kita jual? Belum tentu
ada yang mau memberinya makan makanan yang sehat seperti bagaimana aku
memberinya makan. Belum tentu pula, ada orang yang mau merawatnya seperti aku
merawat mereka”.
“Justru karna itu, kau sudah terlampau baik kepada
mereka, apa berharganya? Mereka hanya kau temukan di sungai sedari dini. Kini
mereka sudah dewasa, Bahkan Eva sudah mengandung, kau sudah begitu baik memberi
makan dan merawat mereka. Tentu mereka baik-baik saja jika kau jual”.
“Sudahlah, kau memang tak bisa mengerti, sudah jam 6,
lebih baik aku menyiapkan makanan untuk Joni dan Eva”.
Beberapa
menit kemudian, Purnomo membawakan makanan untuk Joni dan Eva. Joni dan Eva
sudah mengerti, melihat Purnomo membawa makanan, Joni dan Eva langsung
menghampiri
“Weeeeekkk, Weeeeekk”.
Ah, sungguh suara kedua angsa itu tidak bisa
dituliskan dengan kata-kata. “weeeekk” itu memang lebih identik dengan suara
bebek. Tapi suara kedua angsa itu begitu merdu, sulit memang untuk di tiru
apalagi dituliskan dalam bentuk tulisan.
Apalagi,
Joni dan Eva sangat cerdas, acap kali meniru beberapa adegan manusia, seperti
menendang bola, sengaja masuk ke rumah untuk menonton TV hitam putih 14 inci
milik Rukmayah yang ia beli di tukang loak. Bagaimana Rukmayah tidak marah?
Joni dan Eva acap kali membuang kotoran sembarangan. Aneh memang, tapi kedua
angsa ini sangat senabg di hadapan TV, anteng, bak nya manusia yang senang
menonton film, atau remaja yang suka dengan FTV. Wajar jika Rukmayah tidak suka
dengan keberadaan Joni dan Eva. Dipotong saja? ah, Rukmayah tidak menyukai
daging angsa, makanya ia lebih memilih untuk menyuruh Purnomo menjualnya.
Tapi
Purnomo enggan menjual, apalagi mengingat Joni dan Eva sering mengikuti
Purnomo, baik itu ke ladang ataupun ketika solat. Dengan sabar, Joni dan Eva
menunggu di luar mushola sampai Purnomo keluar. Ah, wajar mungkin, Purnomo
sudah menikah 26 tahun dengan Rukmayah, tetapi belum di karuniai anak. Itulah
yang membuat Purnomo sering membawa Joni dan Eva ke ladang, sama seperti pagi
itu.
Dengan
menggoyangkan pantatnya, Joni dan Eva mengikuti Purnomo ke ladang. Hingga tiba
di tempat tujuan, Joni dan Eva biasanya mencari makanan sambil menunggu purnomo
selesai mencangkul di sekitar ladang. Hal lain yang biasanya Joni dan Eva
lakukan sat menunggu Purnomo sibuk
bekerja adalah berenang di sungai, tempat dimana Purnomo menemukan Joni dan Eva
masih orok saat itu.
Tak
terasa, matahari sudah diam ditengah langit, bayangan Purnomopun sudah terlihat
tepat dibawahnya. Biasanya, di jam yang sama, Rukmayah datang membawakannya
makanan. Seperti biasa, Rumkmayah tidak pernah membuat Purnomo menunggu lama.
Ia datang dengan membawa satu piring nasi, satu ikan asin, sedikit daun
singkong yang ia masak serta sambal terasi kesukaan Purnomo yang di bungkus
dengan keresek hitam, disertakan teko kecil serta gelas di dalamnya.
“Sudah menunggu?”
“Tidak juga, baru saja selesai?”.
“Dimana Joni dan Eva?”.
“Berenang di sungai”.
“Biarku cari, agar kau bisa langsung pulang sehabis
makan”.
“Baiklah, kau cari saja”.
Tak
lama kemudian, Rukmayah kembali tanpa Joni dan Eva.
“Tak kutemukan angsamu itu di sungai, kemana hendak
mereka bermain?”.
“Mungkin saja di sawah Pak Kasim, Joni sering mencari
makanan disana”.
“Sudahku cari, tapi tak kutemukan”.
“Ah, kau memang tidak menyayangi mereka, biar aku saja
yang mencari”.
Purnomo
langsung beranjak dari duduknya dan menyimpan makanan itu di saung kecil tempat
ia biasa beristirahat. Merasa tidak enak sendiri, Rukmayah mengikuti dari
belakang. Mereka bersama mencari Joni dan Eva tapi tak bisa ditemukan. Rukmayah
mulai lelah, tapi tidak dengan Purnomo meski saat itu sudah mulai menjelang
sore.
“Tak biasakah kita mencari Joni dan Eva besok saja?
aku lelah”.
“Pulang saja jika kau mau”.
Rukmayah
kesal dengan jawaban suaminya, ia diam tak berucap, suasana menjadi beitu
hening. Rukmayah hanya memperhatikan Purnomo yang tak hentinya mondar mendir
mencari angsa kesayangannya. Sampai akhirnya, suara Pak Kasim memecahkan
keheningan menjelang magrib itu.
“Yah, mana suamimu?”.
Purnomo mendengar suara yang begitu keras itu,
“Ada apa kau mencariku dan menanyakan dimana aku
dengan suara yang terlampau lantang itu”.
“Maaf, aku sudah mencarimu kerumah. Aku lupa, bahwa
biasanya kau di ladang ketika pagi hingga siang”.
“Lantas ada apa hingga kau begitu repot mencariku?”.
“Barusan aku mencari belut di ujung sungai, kulihat
angsa kesayanganmu termakan anjing, hanya bulunya saja yang kulihat”.
Purnomo
memandang wajah Kasim dengan penuh amarah.
“Jangan kau berbicara sembarangan, aku bisa
memukulmu”.
“Aku tidak bergurau, hanya kau di kampung ini yang mempunyai
angsa. Bukankah begitu?”.
Purnomo terdiam. Tak mampu berkata, ia tak ingin
melihat angsanya yang sudah tinggal bulu itu meski Kasim mengajaknya untuk
membuktikan. Purnomo hanya diam, melangkahkan kaki menuju rumah dengan lemah,
tanpa sedikitpun bicara baik pada Kasim ataupun Rukmayah. Demikian pula
Rukmayah, hatinya pilu, bukan karna Joni dan Eva yang lenyap termakan anjing,
tapi ia tahu, bahwa hal itu akan membuat suaminya terdiam untuk beberapa hari
tanpa kata, atau bahkan tidak ingin mencicipi masakannya lagi untuk beberapa
hari. aaaahhh, Joni dan Eva memang seperti anak baginya.
No comments:
Post a Comment